Minggu, 11 Maret 2012

Petaka Petang Hari Di Bayeman


Thursday, 22 January 2009 13:44
Kesaksian Sutjahyo Halim


PERJALANAN kembali dari Pasirian, Lumajang, semula lancar-lancar saja. Hari itu, Rabu 23 Mei 2007, Sutjahyo Halim dan dua orang kemenakannya, Roy dan Mulyono, pagi hari menuju kota kecamatan Pasirian kabupaten Lumajang (Jatim) untuk melakukan pelayanan holistic serta meninjau renovasi Sekolah Dasar Pasirian di kota itu.

“ Pada saat kami berangkat ke Lumajang, kami tidak mempunyai firasat apa-apa. Berlangsung seperti yang biasanya.” Begitu kenangannya kembali peristiwa saat itu, karena setiap bulan ke Lumajang untuk keperluan yang sama.

Sekembali dari memberikan pelayanan, Sutjahyo Halim langsung mengajak kembali ke Surabaya. Di dalam mobil Panther-nya, dia duduk di bangku tengah. Roy yang memegang kemudi, di sebelahnya duduk Mulyono.

Karena sudah menjelang petang hari, mobil dilarikan dengan kecepatan cukup. Keluar dari kota Probolinggo ke arah kota Pasuruan, waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 wib.

Mobil itu
January 2009 13:44
melaju menuju arah Surabaya setelah meninggalkan Probolinggo memasuki kawasan kecamatan Bayeman. Sepanjang jalan boleh dikata sepi, karena hanya satu dua mobil yang berpapasan. Di sekitar, sepanjang mata memandang ke kanan dan kiri, kebun tebu yang tumbuh lebat. Karena itu, laju mobil dipercepat.

Tiba-tiba dari tepian jalan, seorang tua sambil membawa keranjang berisi rumput, menyeberang dengan berlari. Jarak antara orang itu dengan mobil begitu dekatnya, sehingga meskipun pedal rem diinjak dalam-dalam dan bunyi ban yang dihentikan mendadak memecah kesunyian, namun lelaki tua dengan keranjang dan rumputnya itu tidak terhindarkan dari tertabrak. Tubuh orang dan keranjangnya itu terpental ke kaca depan hingga pecah berantakan.

Kekagetan luar biasa dari semua penumpangnya, mereka turun. Kap depan mobil penyok oleh hempasan tubuh orang itu. Terlebih menakutkan lagi, banyak orang bermunculan menuju mobil itu. Orang-orang itu muncul dari kiri jalan. Bukannya untuk menolong korban, tetapi justru melempari mobil.

Demi menyelamatkan diri, Halim memerintahkan untuk segera menjalankan mobilnya guna mencari Pos Polisi terdekat dengan kejadian, karena tidak ingin mengalami hal yang jauh lebih buruk atau tindakan kekerasan.

Setelah berjalan kurang lebih 8 menit, mereka melihat Pos Polisi di Bayeman dan segera melaporkan kecelakaan itu. Mereka diterima dengan baik oleh seorang anggota Kepolisian, yang bertanya kepada Halim:

“Berapa orang yang mati, pak?”

“Seorang!” jawab Halim terus-terang. Sebab, dari yang dialaminya, yang ditabrak itu hanya seorang.

Mujizat pun Terjadi

Roy dan Mulyono menghubungi kenalannya bernama ‘pak Tik’ di kota Pasuruan, untuk minta bantuan menghadapi musibah itu. Pak Tik itulah kemudian menghubungi kerabatnya yang bernama “Picok” (Peacock = burung merak) yang tinggal di Probolinggo untuk membantu.

Sedangkan pada saat itu, battery-indicator yang ada di ponselnya tinggal 2 strip. Begitu pula milik Roy dan Mulyono. Untuk menghubungi keluarga di Surabaya, tidak mungkin dengan hanya sisa kekuatan battery yang tinggal dua strip itu, sebab untuk menjangkau jarak yang jauh itu membutuhkan frekuensi yang tinggi.

Sejak musibah tersebut, yang bisa dilakukan oleh Halim hanyalah berserah kepada Tuhan. Dalam doanya dia bermohon: “Tolonglah hambaMu ini. Sebab kepada siapa lagi hambaMu ini berharap?!”.

Dia belum bisa berpikiran jernih dan berdasarkan penalaran. Apakah masih ada perumput yang mencari rumput hingga pukul 7 malam? Pendapat itu juga diucapkan oleh Roy, yang malahan berpendapat, kalau sebagai hal yang di luar kewajaran. Tetapi bagi Halim, kesemuanya diserahkan ke tangan Tuhan. Kalaulah peristiwa itu di luar nalar manusia, biarlah Tuhan yang ikut campur tangan.

Ternyata setelah dicobanya, kekuatan battery itu tidak habis. Malahan sesampainya di Surabaya pada menjelang pagi hari, battery itu masih bertahan.

Dengan demikian dia dapat melakukan hubungan melalui ponselnya. Setelah beberapa kali menghubungi kerabatnya untuk membantu, maka tiba-tiba muncul suatu pertolongan dari seorang kenalan, seseorang yang “cukup berpengaruh” di daerah Pasuruan. Namanya ialah bapak Pea Cok. Saat itu dalam hati Halim bertanya-tanya, siapa orang itu. Akan tetapi, nampak kesemuanya sudah diatur oleh Tuhan. Justru dalam pertemuan antara pihak Kepolisian, Pea Cok dan Halim, permasalahan yang dihadapi itu dapat diurus secara baik.

Mana Korban dan Penduduknya?

Malam itu juga, penyelidikan dilakukan oleh petugas dengan didampingi oleh pak Peacok, sedangkan Halim dan kedua kemenakannya menunggu di pos Polisi. Anggota Kepolisian itu bersama pak Picok kemudian menuju lokasi kecelakaan sebagaimana yang dilaporkan.

Sesampainya di jalan yang diapit kebun tebu itu, pihak Polisi dan kesemuanya saling bertanya-tanya, sebab tidak ada bekas sama sekali di daerah tersebut. Tempat itu bersih dari sisa –sisa rumput ataupun batu yang digunakan oleh orang-orang yang melempari mobilnya. Yang lebih mengherankan, tidak ditemukan lelaki tua pembawa keranjang rumput yang tertabrak itu. Seperti tidak pernah terjadi kecelakaan di tempat itu.

“Hal itu yang benar-benar membuat kami menjadi penasaran.” Kilas balik ingatan Halim seperti yang dikisahkan kepada Tabloid.

Rombongan itu kemudian melakukan checking ke rumah sakit, puskesmas dan balai desa di sekitar Bayeman. Tetapi tidak ada seorang pun korban kecelakaan yang dibawa ke sana. Malahan di Balai Desa setempat, tidak tahu menahu ada orang-orang atau penduduk desa yang berada di sana dan melempari batu seperti yang dialami Halim dan kedua kemenakannya.

Mereka kemudian kembali ke Pos Polisi. Isi laporannya nihil. Tidak ada korban, tidak bekas kejadian. Pendek kata, apa yang kesemua yang dilaporkan tidak ditemukan.

“ Saya masih merasa ragu-raghu” kisah Halim. Sambungnya: “Setelah menunggu beberapa saat, saya punya inisiatif untuk meminta pihak yang berwajib kembali lagi guna mengolah tempat kejadian untuk yang kedua kalinya. Lagi-lagi tidak ditemukan korban maupun tempat kejadiaannya.”

Yang mengagetkan Halim dan kedua kemenakannya, ialah keterangan pihak kepolisian setempat, bahwa ‘gambaran’ tentang lokasi kejadian itu ternyata tidak sama seperti apa yang terasa, dilihat maupun dialami ketiga penumpang mobil itu.

“Jika pada saat itu saya melihat perkampungan dan banyak orang, maka dari pihak kepolisian menyatakan, kalau tempat tersebut hanyalah lahan perkebunan tebu di sepanjang kanan-kiri jalan. Tidak ada rumah sama sekali!” katanya.

Sebab itulah dia bertanya-tanya, mengapa keadaan mobilnya dan juga terdapat bekas lemparan batu.

“ Hal itu yang menjadikan saya tak habis pikir. Akan tetapi, semuanya saya serahkan kepada Tuhan Yesus Kristus saja.”

Tidak hanya itu. Pihak kepolisian setempat mengatakan, bahwa beberapa tahun silam, pernah terjadi peristiwa yang sama dan di tempat yang sama. Korbannya pun tidak ditemukan.

“Atas kejadian itu, maka saya berkesimpulan, bahwa ‘keberadaan mereka’ itu memang ada. Yakni orang-orang itu, perkampungannya juga ada. Hanya saja, semuanya kasat mata, atau tidak terselami oleh pikiran dan penglihatan kita.” Begitu pendapat Halim.

Sampai dengan dilakukannya wawancara oleh Tabloid (3 Juni 2007), tidak ada pemberitahuan dari pihak Kepolisian Pasuruan atau Probolinggo mengenai keberadaan “korban” maupun “penduduk desa” di perkebunan tebu Bayeman. Sementara itu, mobil Halim yang penyok kapnya dan kaca depannya hancur, sudah diperbaiki.

“Sayang, tidak sempat kami abadikan sebagai bukti. Tetapi, biarlah ini menjadi pengalaman tersendiri bagi kami. Apa yang tidak bisa kami pikirkan, kesemuanya kami serahkan ke dalam tangan Kuasa Tuhan Yesus Kristus.” 

0 komentar:

Posting Komentar

 

To you , with love Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang